BAB 2
Perjuangan Menghadapi Pergolakan dalam Negri
Pergolakan dalam negri mulai terasa
saat jatuhnya cabinet ali sastriamidjoyo II. Cabinet ali sastroamidjoyo
mengeluarkan UU No. 1 tahun 1957yang mengatur tentang pokok pokok pemerintahan
daerah dimana didalamnya diatur pembagian kekuasaan dan keuangan pusat dengan
daerah.
Pada tanggal9 April 1957 kabinet karya
pimpinan cabinet juanda menggantikan cabinet ali sastro amidjoyo II, cabinet
ini teoritis bersifat non partai. Pada tanggal 10-14 september1957 kabinet
juanda mengadakan musyawarah nasional di Jakarta. Ada harapan bahwa musyawarah
nasional yang pertama ini akan membawa hasil tentang cara pemecahan riil yaitu
masalah keuangan Negara. Tapi semuanya selalu berujung pada jalan buntu.
Sehingga terjaddilah pemberontakan-pemberontakan yang dikenal sebagai
pemberontakan separatis
1.
Pemberontakan PKI
di Madiun
Membahas tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari
jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir jatuh?
Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville
yang sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya,pada
tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR)
Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh.
Selain itu dengan memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika
terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli
1959. Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera
bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi
PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan kekacauan, terutama
di Surakarta.
Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara
Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso
memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk
meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang
bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk
menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal
ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal
Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel
Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI
di Madiun. Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30 September
1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya
tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam.
Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang
ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah
Purwodadi, Jawa Tengah.
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa
dan negara Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis yang bertentangan
dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa
Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan dari siapa pun. Dalam kondisi
bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas pemberontakan yang
relatif besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.
2. Angkatan Perang RAtu Adil
_ Latar Belakang
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
adalah milisi dan tentara swasta pro-Belanda yang didirikan pada masa Revolusi
Nasional Indonesia. Milisi ini didirikan oleh mantan Kapten DST KNIL Raymond
Westerling setelah demobilisasinya dari
kesatuan Depot
Speciale Troepen (depot pasukan khusus KNIL) pada tanggal 15 Januari 1949. Nama milisi ini berasal
dari bagian dari kitab ramalan Jawa Kuna Ramalan Jayabaya yang
meramalkan kedatangan seorang "Ratu Adil" yang merupakan keturunan Turki. Karena mempunyai warisan darah
campuran Turki, Westerling memandang dirinya sebagai sang "Ratu Adil"
yang diramalkan akan membebaskan rakyat Indonesia dari
"tirani".
Westerling
berusaha untuk mempertahankan adanya negara-negara federal dalam Republik
Indonesia Serikat melawan kesatuan Republik
Indonesia yang dipimpin oleh Sukarno dan Hatta yang dianggapnya didominasi
oleh orang
Jawa. APRA
direkrut dari 18 faksi anti-Republik yang beragam, termasuk personel mantan
gerilyawan Republik, Darul Islam, Ambon, Melayu, Minahasa, KNIL yang telah didemobilisasi, Regiment
Speciale Troepen (Resimen Pasukan Khusus KNIL), dan Tentara Kerajaan Belanda. Tahun 1950, APRA telah berevolusi dari
serangkaian unit pertahanan diri pedesaan menjadi kekuatan tempur berjumlah
2.000 persone.
_ Sebab Khusus
Pada hari Kamis
tanggal 5
Januari 1950, Westerling mengirim surat kepada
pemerintah RIS yang isinya adalah suatu
ultimatum. Ia menuntut agar Pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian,
terutama Negara Pasundan serta Pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai
tentara Pasundan. Pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif dalm waktu 7
hari dan apabila ditolak, maka akan timbul perang besar.
_ Proses Peristiwa
Tidak senang
dengan pertumbuhan pengaruh pemerintahan Soekarno, Westerling bersekongkol
dengan Sultan
Pontianak Sultan Hamid II yang
berhaluan federalis untuk meluncurkan kudeta pada bulan Januari 1950.
Pada tanggal 23 Januari 1950, APRA meluncurkan kudeta menentang pemerintah Republik
Indonesia. Walaupun milisi ini berhasil untuk
sementara menduduki Bandung, mereka gagal
untuk menduduki Jakarta dan Blora. Mereka telah merencanakan untuk
menggulingkan Kabinet RIS dan membunuh beberapa tokoh Republik
terkemuka termasuk Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX dan
Sekretaris-Jenderal Ali Budiardjo. Kegagalan kudeta ini menyebabkan
adanya demoralisasi anggota milisi terhadap Westerling dan terpaksa melarikan
diri ke Singapura. Tanpa pemimpin
yang kuat, APRA akhirnya berhenti berfungsi pada Februari 1950. Tindakan
APRA tersebut pada akhirnya menyebabkan penahanan Sultan Hamid II dan justru
mempercepat pembubaran Republik
Indonesia Serikat pada tanggal 17 Agustus 1950, mengubah Indonesia menjadi negara
kesatuan yang didominasi oleh pemerintahan pusat di Jakarta.
_ Solusi
Ternyata dalang
gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Rencana gerakannya
di Jakarta ialah menangkap beberapa menteri Republik Indonesia Serikat yang
sedang menghadiri sidang kabinet dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo,
dan Pejabat Kepada Staf Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang. Rencana
tersebut berhasil diketahui dan diambil tindakan preventif, sehingga sidang
kabinet ditunda. Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950.
Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.
_ Dampak
Kegagalan kudeta
ini menyebabkan adanya demoralisasi anggota milisi terhadap Westerling dan
terpaksa melarikan diri ke Singapura. Tanpa pemimpin yang kuat, APRA
akhirnya berhenti berfungsi pada Februari 1950. Tindakan APRA tersebut
pada akhirnya menyebabkan penahanan Sultan Hamid II dan justru
mempercepat pembubaran Republik
Indonesia Serikat pada tanggal 17 Agustus 1950, mengubah Indonesia menjadi negara
kesatuan yang didominasi oleh pemerintahan pusat di Jakarta.
3. Peristiwa Andi Aziz di Makassar
[ Latar Belakang
Pasukan Andi Azis ini akhirnya menjadi salah
satu punggung pasukan pemberontak APRIS selama bulan April sampai Agustus di
Makassar, disamping pasukan Belanda lain yang desersi dan tidak terkendali.
Seperti yang terjadi dalam pemberontakan APRA Westerling yang terlalu mengandalkan pasukan
khusus Belanda Regiment Speciale Troepen yang pernah dilatih Westerling maka
dalam pemberontakan Andi Azis hampir semua unsur pasukan Belanda terlibat
terutama KNIL non pasukan komando. Andi Azis adalah pemimpin TII (Tentara
Islam Indonesia) di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara
kemudian bergabung dengan Darul Islam (DI), hingga di kemudian hari
dikenal dengan nama DI/TII di Sulawesi Selatan dan
Tenggara.
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan
adalah :
] Menuntut agar
pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara
Indonesia Timur.
] Menentang masuknya
pasukan APRIS dari TNI
] Mempertahankan
tetap berdirinya Negara Indonesia Timur
[ Sebab Khusus
Karena tindakan Andi Azis tersebut maka
pemerintah pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan
ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke
Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus
dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan.
[ Proses Peristiwa
Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian
disusul oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada
tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu batalion di
antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto.
Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya dan dijatuhi hukuman 14 tahun penjara dan ada pula yang mengatakan
bahwa Andi Aziz telah meninggal dunia karena di tembak oleh Suharto tetapi
untuk sebahagian masyarakat Sulawesi Selatan ada pula yang mempercayai bahwa beliau
tidak di tangkap dan tidak di tembak mati.
[ Solusi
Tidak ada jalan keluar dari pemberontakan
ini, karena dikabarkan Andi Aziz telah meninggal dunia karena di tembak oleh
Suharto tetapi untuk sebahagian masyarakat Sulawesi Selatan ada pula yang mempercayai
bahwa beliau tidak di tangkap dan tidak di tembak mati.
[ Dampak
Pemberontakan Andi Azis di Makassar ini cukup
membuat resah para pimpinan RI. Dari hasil pemeriksaan Aziz dalam sidang
militer yang digelar tiga tahun kemudian (1953), saksi mantan Presiden NIT
Sukawati dan Let.Kol Mokoginta tidak banyak meringankan terdakwa yang pada
ahirnya dihukum penjara selama 14 tahun. Dalam persidangan tersebut terdakwa
mengaku bersalah, tidak akan naik appel tapi merencanakan minta grasi kepada
Presiden.
Andi Azis adalah seorang mantan Letnan KNIL dan sudah masuk TNI dengan pangkat Kapten, dia ikut berontak bahkan memimpinnya. Dia memiliki riwayat yang sama uniknya dengan petualang KNIL lainnya seperti Westerling. Andi Aziz memiliki cerita hidupnya sendiri. Cerita hidupnya sebelum berontak jauh berbeda dengan orang – orang Sulawesi Selatan pada umumnya. Tidak heran bila Andi Azis menjalanani pekerjaan yang jauh berbeda seperti orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya, sebagai serdadu KNIL. Bisa dipastikan Andi Azis adalah salah satu dari sedikit orang Bugis yang menjadi serdadu KNIL. Bukan tidak mungkin bila Andi Azis adalah orang Bugis dengan pangkat tertinggi dalam KNIL.
Usai Penyerahan Kedaulatan (Souvereniteit Overdracht) pada tanggal 27 Desember 1949, dalam negeri Republik Indonesia Serikat mulai bergelora. Serpihan ledakan bom waktu peninggalan Belanda mulai menunjukkan akibatnya. Pada umumnya serpihan tersebut mengisyaratkan tiga hal. Pertama, ketakutan antek tentara Belanda yang tergabung dalam KNIL, yang bertanya-tanya akan bagaimana nasib mereka setelah penyerahan kedaulatan tersebut. Kedua, terperangkapnya para pimpinan tentara yang jumlahnya cukup banyak dalam penentuan sikap dan ideologi mereka. Utamanya para pimpinan militer didikan dan binaan Belanda. Terakhir, masih banyaknya terjadi dualisme kepemimpinan dalam kelompok ketentaraan Indonesia antara kelompok APRIS dengan kelompok pejuang gerilya. Walaupun sejak bulan Juni 1947 Pemerintah RI telah mengeluarkan kebijaksanaan bahwa segenap badan kelaskaran baik yang tergabung dalam biro perjuangan maupun yang lepas berada dalam satu wadah dan satu komando yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ketiga hal tersebut semakin mengental pada daerah yang masih kuat pengaruh “Belandanya”. Salah satu daerah dimaksud adalah wilayah Sulawesi Selatan. Tiga peristiwa di tahun 50 yang terjadi dikota Makassar dan wilayah Sulawesi Selatan memperlihatkan kekentalan tersebut. Peristiwa pertama terjadi pada tanggal 5 April 1950 yang terkenal sebagai peristiwa Andi Azis. Peristiwa kedua yang terjadi pada tanggal 15 Mei 1950 dan ketiga yang terjadi pada tanggal 5 Agustus 1950
Pada akhir tahun 1943 ia meminta kepada Inggris untuk diterjunkan di Belanda dan membantu melawan Jerman. Niat sebetulnya adalah untuk mengunjungi Ayah angkatnya yang berada di Belanda waktu itu, yang mana adalah juga seorang pejabat tinggi Belanda di Pare Pare, Sulawesi Selatan. Pada tahun 1944 ia kembali ke Inggris setelah sempat membantu Belanda melawan Jerman. Sebagai tentara Inggris ia di kirim ke Calcutta, India yang mana adalah salah satu Negara jajahan Inggris. Disana ia mengikuti latihan perang di dalam hutan, setelah 3 bulan mengikuti latihan perang gerilya ia kemudian dikirim oleh Inggris ke Singapura pada tahun 1945 untuk melawan Jepang. Belum sempat melawan Jepang ternyata Negara matahari terbit itu sudah bertekuk lutut pada 15 Agustus 1945. Selama di Singapura itulah ia mendengar nama Soekarno dan Hatta yang mana keduanya memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Nama Indonesia belum pernah di dengar oleh Andi Aziz sebelumnya. Sejak saat itulah timbul rasa kerinduannya untuk kembali ke tanah air Sulawesi Selatan.
Ketika Negara Indonesia Timur di bentuk ia di angkat sebagai adjudan Presiden Sukawati dan pangkatnya di kembalikan menjadi Letnan Dua KNIL. Menjelang penyerahan kedaulatan pada tahun 1949 ia dipercayai untuk membentuk satu kompi pasukan KNIL dan memilih langsung anak buahnya yang mana berasal dari Toraja, Sunda dan Ambon. Kompi inilah yang kemudian di resmikan oleh Panglima Teritorial Indonesia Timur, Letnan Kolonel Akhmad Junus Mokoginta dan dilebur menjadi bagian dari APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Pada tanggal 5 April 1950 kompi ini jugalah yang diandalkan Andi Aziz untuk melakukan pemberontakan.
Latar belakang timbulnya pemberontakan Andi Aziz adalah sebagai berikut :
Timbulnya pertentangan pendapat mengenai peleburan Negara bagian Indonesia Timur (NIT) ke dalam negara RI. Ada pihak yang tetap menginginkan NIT tetap dipertahankan dan tetap merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS), sedangkan di satu pihak lagi menginginkan NIT melebur ke negara Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta.
Ada perasaan curiga di kalangan bekas anggota – anggota KNIL yang disalurkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Setikat (APRIS)/TNI. Anggota – anggota KNIL beranggapan bahwa pemerintah akan menganaktirikannya, sedangkan pada pihak TNI sendiri ada semacam kecanggungan untuk bekerja sama dengan bekas lawan mereka selama perang kemerdekaan.
Kedua hal tersebut mendorong lahirnya pemberontakan bersenjata yang dipimpin oleh bekas tentara KNIL, Andi Aziz, pada tanggal 5 April 1950. Padahal sebelumnya, pemerintah telah mengangkat Andi Aziz menjadi Kapten dalam suatu acara pelantikan penerimaan bekas anggota KNIL ke dalam tubuh APRIS pada tanggal 30 Maret 1950. Namun, karena Kapten Andi Aziz termakan hasutan Mr. Dr. Soumokil yang menginginkan tetap dipertahankannya Negara Indonesia Timur (NIT), akhirnya ia mengerahkan anak buahnya untuk menyerag Markas Panglima Territorium. Ia bersama anak buahnya melucuti senjata TNI yang menjaga daerah tersebut.
Sebetulnya pemberontakan Kapten Andi Aziz adalah dikarenakan hasutan Dr.
Soumokil Menteri Kehakiman Indonesia
Timur. Tokoh ini jugalah yang memprakarsai adanya pemberontakan Republik Maluku
Selatan. Kapten Andi Aziz mempunyai pertimbangan lain. Ia khawatir akan
tindakan membabi buta dari Dr. Soumokil yang dapat mengakibatkan pertumpahan
darah diantara saudara sebangsa. Atas dasar pertimbangan untuk menghindari
pertumpahan darah tersebutlah ia bersedia memimpin pemberontakan. Ia merasa
sanggup memimpin anak buahnya tanpa harus merenggut korban jiwa. Ternyata
memang pemberontakan yang di pimpin olehnya berjalan sesuai dengan lancar dan
tanpa merenggut korban jiwa. Hanya dalam waktu kurang lebih 30 menit semua
perwira Tentara Nasional Indonesia dapat ia tahan dan Makassar dikuasainya.
Setelah adanya pernyataan Andi Aziz sebagai pemberontak oleh Presiden maka Sri Sultan Hamengkubuwono selaku Menteri Pertahanan Keamanan RIS mengeluarkan perintah harian, yang berbunyi sebagai berikut :
Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat menerima baik perintah Presiden RIS untuk menyelesaikan pemberontakan Andi Aziz di Makassar
Perintah tersebut akan segera dilaksankan.
Untuk menyelesaikan pemberontakan Andi Aziz maka dibentuklah sebuah pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel Alex E Kawilarang sebagai Panglima Operasinya. Untuk mendukung kelancaran operasi tersebut, dikirimkan pasukan ke NIT dengan kekuatan tiga Brigade dan satu Batalyon. Pasukan terdiri dari satu Brigade dari Divisi I Jawa Timur, satu Brigade Divisi III Jawa Tengah, satu Brigade dari Divisi IV Jawa Barat dan satu Batalyon dari Jawa Timur. Dari Jawa Tengah dikirim Brigade 10/Mataram Divisi III Diponegoro dibawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto. Kedua Batalyon yang dipersiapkan oleh Brigade 10/Mataram adalah batalyon Kresno dipimpin Mayor Daryatmo dan Batalyon Seno dipimpin Mayor Sujono. Dan pada tanggal 26 April 1950 pasukan expidisi telah mendarat di Sulawesi Selatan.
Andi Aziz diundang kembali oleh Presiden Soekarno untuk datang menghadap di Jakarta. Ia ditemani oleh pamannya yaitu Andi Patoppoi, lalu seorang Menteri Dalam Negeri Negara Indonesia Timur yaitu Anak Agung Gde Adung serta seorang wakil dari Komisi Tiga Negara. Ternyata undangan tersebut hanyalah jebakan Presiden Soekarno, sesampainya ia di pelabuhan udara kemayooran ia langsung ditangkap oleh Polisi Militer untuk dibawa ke pangadilan. Ia kemudian di tahan dan di adili di pengadilan Wirogunan Yogyakarta. Oleh pengadilan ia dijatuhi hukuman penjara 14 tahun, tetapi hanya delapan tahun saja yang ia jalani.
Walaupun demikian, penyelesaian masalah pemberontakan Andi Aziz ini belum dianggap selesai karena banyak anggota KNIL yang ditinggalkan oleh Kapten Andi Aziz melakukan teror terhadap rakyat. Pemberontakan berjalan terus yang dilancarkan oleh pasukan KNIL dan KL di Makasar. Pasukan KNIL selalu memancing ‑ mancing keadaan agar pasukan APRIS memulai serangan. Semula APRIS bersikap, tenang dan tidak termakan oleh pancingan fihak KNIL, namun setelah KNIL menyerang pos ‑ pos APRIS maka hilanglah kesabarannya dan membalas serangan tersebut sehingga pertempuran tidak dapat dielakkan lagi. Pada tanggal 6 Agustus 1950, APRIS melancarkan serangan urnum, sehingga pasukan KNIL terdesak, kemudian pimpinan KNIL minta berunding untuk mengakhiri pertempuran. Permintaan ita ditolak oleh Komandan ‑ Komando Militer kota Letkol Suharto dengan mengajukan dua alternatif meninggalkan Makasar atau dihancurkan sama sekali. KNIL yang sudah dalam keadaan sangat terdesak akhirnya menerima tuntutan tersebut. Kemudian pada tanggal 8 Agustus 1950 diadakan perundingan antara Kolonel Kawilarang dengan Mayor Jendral Schaffelaer. Hasil perundingan adalah bahwa Belanda bersedia menyerahkan senjata dan meninggalkan Makasar tanpa senjata. Dengan demikian tanggal 8 Agustus 1950 pemberontakan Andi Azis dapat diselesaikan, kemudian disusul dengan penarikan seluruh pasukan KNIL/KL dari Makasar tanpa senjata pada akhir bulan Agustus 1950.
Tahun 1958 Andi Aziz dibebaskan tetapi tidak pernah kembali ke Sulawesi Selatan sampai masa orde baru. Sekitar tahun 1970-an ia kembali ke Sulawesi Selatan sebanyak 4 kali dan terakhir pada tahun 1983. Setelah keluar dari tahanan ia terjun ke dunia bisnis dan bergabung bersama Soedarpo Sastrosatomo di perusahaan pelayaran Samudra Indonesia hingga akhir hayatnya. Andi Abdoel Aziz meninggal pada 30 Januari 1984 di Rumah Sakit Husada Jakarta akibat serangan jantung dengan umur 61 tahun. Ia meninggalkan seorang Istri dan tidak ada anak kandung. Jenasahnya diterbangkan dan dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna Daeng Maliungan di desa Tuwung kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Sebelum meninggalnya, ia pernah beberapa kali ia diminta aktif kembali ke dinas militer TNI oleh Presiden Soekarno dan diminta untuk membentuk pasukan pengaman Presiden yaitu Cakrabirawa. Tetapi atas nasehat orang tua dan juga saudara saudaranya maka ia menolak ajakan Presiden Soekarno tersebut. Pihak keluarga merasa bahwa Andi Aziz adalah seoarang buta politik yang sudah cukup merasakan akibatnya. Pihak keluarga tidak menginginkan hal tersebut terjadi untuk kedua kalinya. Beryuskur karena Andi Aziz menolak ajakan tersebut, ternyata pasukan Cakrabirawa ini jugalah yang di kemudian harinya terlibat membantu pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.
Setelah adanya pernyataan Andi Aziz sebagai pemberontak oleh Presiden maka Sri Sultan Hamengkubuwono selaku Menteri Pertahanan Keamanan RIS mengeluarkan perintah harian, yang berbunyi sebagai berikut :
Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat menerima baik perintah Presiden RIS untuk menyelesaikan pemberontakan Andi Aziz di Makassar
Perintah tersebut akan segera dilaksankan.
Untuk menyelesaikan pemberontakan Andi Aziz maka dibentuklah sebuah pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel Alex E Kawilarang sebagai Panglima Operasinya. Untuk mendukung kelancaran operasi tersebut, dikirimkan pasukan ke NIT dengan kekuatan tiga Brigade dan satu Batalyon. Pasukan terdiri dari satu Brigade dari Divisi I Jawa Timur, satu Brigade Divisi III Jawa Tengah, satu Brigade dari Divisi IV Jawa Barat dan satu Batalyon dari Jawa Timur. Dari Jawa Tengah dikirim Brigade 10/Mataram Divisi III Diponegoro dibawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto. Kedua Batalyon yang dipersiapkan oleh Brigade 10/Mataram adalah batalyon Kresno dipimpin Mayor Daryatmo dan Batalyon Seno dipimpin Mayor Sujono. Dan pada tanggal 26 April 1950 pasukan expidisi telah mendarat di Sulawesi Selatan.
Andi Aziz diundang kembali oleh Presiden Soekarno untuk datang menghadap di Jakarta. Ia ditemani oleh pamannya yaitu Andi Patoppoi, lalu seorang Menteri Dalam Negeri Negara Indonesia Timur yaitu Anak Agung Gde Adung serta seorang wakil dari Komisi Tiga Negara. Ternyata undangan tersebut hanyalah jebakan Presiden Soekarno, sesampainya ia di pelabuhan udara kemayooran ia langsung ditangkap oleh Polisi Militer untuk dibawa ke pangadilan. Ia kemudian di tahan dan di adili di pengadilan Wirogunan Yogyakarta. Oleh pengadilan ia dijatuhi hukuman penjara 14 tahun, tetapi hanya delapan tahun saja yang ia jalani.
Walaupun demikian, penyelesaian masalah pemberontakan Andi Aziz ini belum dianggap selesai karena banyak anggota KNIL yang ditinggalkan oleh Kapten Andi Aziz melakukan teror terhadap rakyat. Pemberontakan berjalan terus yang dilancarkan oleh pasukan KNIL dan KL di Makasar. Pasukan KNIL selalu memancing ‑ mancing keadaan agar pasukan APRIS memulai serangan. Semula APRIS bersikap, tenang dan tidak termakan oleh pancingan fihak KNIL, namun setelah KNIL menyerang pos ‑ pos APRIS maka hilanglah kesabarannya dan membalas serangan tersebut sehingga pertempuran tidak dapat dielakkan lagi. Pada tanggal 6 Agustus 1950, APRIS melancarkan serangan urnum, sehingga pasukan KNIL terdesak, kemudian pimpinan KNIL minta berunding untuk mengakhiri pertempuran. Permintaan ita ditolak oleh Komandan ‑ Komando Militer kota Letkol Suharto dengan mengajukan dua alternatif meninggalkan Makasar atau dihancurkan sama sekali. KNIL yang sudah dalam keadaan sangat terdesak akhirnya menerima tuntutan tersebut. Kemudian pada tanggal 8 Agustus 1950 diadakan perundingan antara Kolonel Kawilarang dengan Mayor Jendral Schaffelaer. Hasil perundingan adalah bahwa Belanda bersedia menyerahkan senjata dan meninggalkan Makasar tanpa senjata. Dengan demikian tanggal 8 Agustus 1950 pemberontakan Andi Azis dapat diselesaikan, kemudian disusul dengan penarikan seluruh pasukan KNIL/KL dari Makasar tanpa senjata pada akhir bulan Agustus 1950.
Tahun 1958 Andi Aziz dibebaskan tetapi tidak pernah kembali ke Sulawesi Selatan sampai masa orde baru. Sekitar tahun 1970-an ia kembali ke Sulawesi Selatan sebanyak 4 kali dan terakhir pada tahun 1983. Setelah keluar dari tahanan ia terjun ke dunia bisnis dan bergabung bersama Soedarpo Sastrosatomo di perusahaan pelayaran Samudra Indonesia hingga akhir hayatnya. Andi Abdoel Aziz meninggal pada 30 Januari 1984 di Rumah Sakit Husada Jakarta akibat serangan jantung dengan umur 61 tahun. Ia meninggalkan seorang Istri dan tidak ada anak kandung. Jenasahnya diterbangkan dan dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna Daeng Maliungan di desa Tuwung kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Sebelum meninggalnya, ia pernah beberapa kali ia diminta aktif kembali ke dinas militer TNI oleh Presiden Soekarno dan diminta untuk membentuk pasukan pengaman Presiden yaitu Cakrabirawa. Tetapi atas nasehat orang tua dan juga saudara saudaranya maka ia menolak ajakan Presiden Soekarno tersebut. Pihak keluarga merasa bahwa Andi Aziz adalah seoarang buta politik yang sudah cukup merasakan akibatnya. Pihak keluarga tidak menginginkan hal tersebut terjadi untuk kedua kalinya. Beryuskur karena Andi Aziz menolak ajakan tersebut, ternyata pasukan Cakrabirawa ini jugalah yang di kemudian harinya terlibat membantu pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.
4. Gerakan Republik Maluku Selatan
ü Latar Belakang
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah
daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan
diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik
Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap
sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal.
ü Sebab Khusus
Pada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan berdirinya Republik
Maluku Selatan (RMS) yang dilakukan oleh Dr. Ch. R. S. Soumokil mantan Jaksa
Agung Negara Indonesia Timur. Soumokil sebenarnya terlibat dalam pemberontakan
Andi Azis. Namun, setelah gagalnya gerakan itu ia melarikan diri ke Maluku
Tengah dengan Ambon sebagai pusat kegiatannya.
ü Proses Peristiwa
Pemerintah RMS
yang pertama dibawah pimpinan dari J.H. Manuhutu, Kepala Daerah Maluku dalam
Negara Indonesia Timur (NIT).
Setelah Mr. dr.
Chris Soumokil(Mantan Jaksa Agung NIT yang merupakan underdog Belanda) dibunuh
secara illegal atas perintah Pemerintah Indonesia, maka dibentuk Pemerintah
dalam pengasingan di Belanda dibawah pimpinan Ir. Johan Alvarez Manusama,
pemimpin kedua drs. Frans Tutuhatunewa turun pada tanggal 24 april 2009. Kini
mr. John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
Serangan dan
anneksasi illegal oleh tentara RI, maka Pemerintah RMS - diantaranya Mr.
Dr. Soumokil, terpaksa mundur ke Pulau Seram dan memimpin guerilla di
pedalaman Nusa Ina (pulau Seram). Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan
militer, dan dilaksanakan di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 12 April 1966.
ü Solusi
Ekspedisi
penumpasan dipimpin oleh Kolonel A.E Kaliwarang yang terjadi ada tanggal 14
Juli 1950 di Laha, Pulau Buru dan akhirnya Pulau Buru dapat dikuasai. Kemudian
pasukan APRIS/TNI diarahkan ke Pulau Seram dan Ambon.
ü Dampak
Dalam pertempuran
di Seram dan Ambon ini, banyak korban yang berjatuhan dari kedua pihak. Setelah
Kota Ambon dikuasai pemerintah RI, sisa-sisa pasukan RMS melarikan diri ke
hutan-hutan.
Republik Maluku
Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950
dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu
Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah
Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka
RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai
pemerintahan di pengasingan, Belanda.
Pada 25 April 1950
RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang bekas prajurit KNIL dan
pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S. Soumokil bekas jaksa agung
Negara Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A.
Manusama dan J.H. Manuhutu.
RMS di Belanda
lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni 2007 beberapa pemuda
Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhono pada
hari keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April 2008 John Watilette perdana
menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat bahwa mendirikan
republik merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun
proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang
menurunkan tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat. Tujuan politik
RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan memperjuangkan RMS
ditambah tidak adanya donatur yang bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan
dengan Maluku hanya menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana menteri RMS
(bermimpi) tidak menutup kemungkinan Maluku akan menjadi daerah otonomi seperti
Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan penuh.
Pemimpin pertama
RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof. Johan Manusama, pemimpin kedua
Frans Tutuhatunewa turun pada tanggal 25 april 2009. Kini John Wattilete adalah
pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
Di Belanda,
Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan, seperti Sosial,
Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah RMS di Belanda
dengan para Menteri dan para Birokrat di Ambon berjalan lancar terkendali.
Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno tkdak bisa berpangku tangan
menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku, sehingga dikeluarkanlah perintah
untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua jajarannya, sehingga pada
akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda sebagai
Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan
RMS, para pendukung RMS membentuk apa yang disebut Pemerintahan RMS di
pengasingan.
Pemerintah Belanda
mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978 terjadi peristiwa Wassenaar,
dimana beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan serangan kepada Pemerintah
Belanda sebagai protes terhadap kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press di
Belanda dikatakanlah peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan para aktifis
RMS di Belanda. Ada yang mengatakan serangan ini disebabkan karena pemerintah
Belanda menarik dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan
teror ini dilakukan karena pendukung RMS frustasi, karena Belanda tidak dengan
sepenuh hati memberikan dukungan sejak mula. Di antara kegiatan yang di lansir
Press Belanda sabagai teror, adalah ketika di tahun 1978 kelompok RMS
menyandera 70 warga sipil di gedung pemerintah Belanda di Assen-Wassenaar.
Selama tahun 70an,
teror seperti ini dilakukan juga oleh beberapa kelompok sempalan RMS, seperti
kelompok Komando Bunuh Diri Maluku Selatan yang dipercaya merupakan nama lain
(atau setidaknya sekutu dekat) Pemuda Maluku Selatan Merdeka. Kelompok ini
merebut sebuah kereta api dan menyandera 38 penumpangnya di tahun 1975. Ada
juga kelompok sempalan yang tidak dikenal yang pada tahun 1977 menyandera 100
orang di sebuah sekolah dan di saat yang sama juga menyandera 50 orang di
sebuah kereta api.
Pada saat
Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali mencoba memakai
kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya provokasi, dan
bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku. Beberapa aktivis RMS telah
ditangkap dan diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan teror yang dilakukan dalam
masa itu, walaupun sampai sekarang tidak ada penjelasan resmi mengenai sebab
dan aktor dibalik kerusuhan Ambon.
Pada tanggal 29
Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil menyusup masuk ke tengah
upacara Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing. Mereka menari tarian Cakalele seusai
Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian
dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat
membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu mengibarkan bendera
RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para penari keluar arena. Di
luar arena para penari itu ditangkapi. Sebagian yang mencoba melarikan diri
dipukuli untuk dilumpuhkan oleh aparat. Pada saat ini (30 Juni 2007) insiden
ini sedang diselidiki. Beberapa hasil investigasi menunjukkan bahwa RMS masih
eksis dan mempunyai Presiden Transisi bernama Simon Saiya. Beberapa elemen RMS
yang dianggap penting ditahan di kantor Densus 88 Anti Teror.
5.
Pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam
(DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat)
Berdasarkan
Perundingan Renville, kekuatan militer Republik Indonesia harus meninggalkan
wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda. TNI harus mengungsi ke daerah Jawa Tengah
yang dikuasai Republik Indonesia. Tidak semua komponen bangsa menaati isi
Perjanjian Renville yang dirasakan sangat merugikan bangsa Indonesia. Salah
satunya adalah S.M. Kartosuwiryo beserta para pendukungnya. Pada tanggal 7
Agustus 1949, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia
(NII). Tentara dan pendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan
Darul Islam yang didirikan oleh Kartosuwiryo mempunyai pengaruh yang cukup
luas. Pengaruhnya sampai ke Aceh yang dipimpin Daud Beureueh, Jawa Tengah
(Brebes, Tegal) yang dipimpin Amir Fatah dan Kyai Somolangu (Kebumen),
Kalimantan Selatan dipimpin Ibnu Hajar, dan Sulawesi Selatan dengan tokohnya
Kahar Muzakar.
6. Pemerintah revolusiuner repoblik indonesia
Proklamasi PRRI
ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur. Tanggal 17 Februari
1958 Somba memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI.
Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan ini
jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus ditumpas.
Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer
beberapa kali. Berikut ini operasi-operasi militer tersebut.
a. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
b. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
c. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
d. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
e. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
f. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
g. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.
a. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
b. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
c. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
d. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
e. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
f. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
g. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.
Ternyata Gerakan
Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat
yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika Serikat tanggal 18 Mei
1958 di atas Ambon. Meskipun demikian, pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan
sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961.
7. Gerakan Aceh
Merdeka (GAM)
adalah sebuah organisasi (yang dianggap
separatis) yang memiliki tujuan supaya daerah Aceh atau yang sekarang secara
resmi disebut Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Konflik antara pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan
keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya
hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra
National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang
sekarang bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia.
Pada 27 Februari
2005, pihak GAM dan pemerintah memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia.
Mantan presiden Finlandia Marti Ahtisaari berperan sebagai fasilitator.
Pada 17 Juli 2005,
setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai
kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota
kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian
selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM)
yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung dalam
Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan
turut memfasilitasi pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pemberian
amnesti bagi anggota GAM.
Seluruh senjata
GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM pada 19 Desember
2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan
Daud, menyatakan bahwa sayap militer mereka telah dibubarkan secara formal.
8. Gerakan Separatis
Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965
DN. Aidit
Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas-tugas berikut.
Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas-tugas berikut.
a. Menyebarluaskan
pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.
Memasuki tahun
1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat. D.N.
Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan
siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang
ditempuh oleh Biro Khusus PKI.
a. Memojokkan dan
mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam persekongkolan
(konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan Amerika
Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.
Ketegangan politik
antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30 September 1965 dini
hari, atau awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi penculikan dan
pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar